Rabu, 14 September 2011

ITS Rancang Sistem Navigasi Terpadu

DIILHAMI atas banyaknya kasus kriminal yang terjadi di wilayah perairan Indonesia, tiga mahasiswa Teknik Elektro ITS merancang sebuah sistem navigasi terpadu.

Nantinya konsep yang mereka usung bisa bermanfaat dalam banyak hal seperti meminimalkan illegal fishing, pemetaan daerah tangkapan ikan, membantu TNI dalam berpatroli di wilayah laut, hingga memandu posisi pelaut dari jarak jauh.

Dalam seleksi Program Kreativitas Mahasiswa Gagasan Tertulis (PKM GT) yang diselenggarakan oleh BEM ITS, terdapat tiga pemenang tingkat institut. Salah satunya adalah tim dari jurusan Teknik Elektro yang memberikan solusi praktis untuk sistem navigasi di laut. Menurut tim yang digawangi oleh Afif Zuhri, Fauzan Saifuk Haq, dan Ansharullah Halim ini, negara Indonesia sebenarnya mempunyai potensi kelautan yang baik.

Dengan dua per tiga luas wilayah negara adalah perairan, sangat banyak potensi kelautan yang seharusnya bisa diberdayakan. Namun yang sering terjadi malah sebaliknya. Hal yang seharusnya menjadi potensi malah sering menjadi permasalahan sendiri akibat minimnya fasilitas dan informasi yang ada. Tengok saja beberapa bulan yang lalu, terdapat 11 nelayan Indonesia yang ditangkap oleh tim patroli pertahanan Myanmar karena telah melewati batas teritorial negara.

“Permasalahannya sebenarnya sederhana, mereka tidak memiliki navigasi di mana posisi mereka ketika di laut,” ujar Afif Zuhri, ketua tim. Hal ini pula yang mendasari pemikiran mereka untuk menciptakan karya berjudul Sistem Navigasi Terpadu (SNT).

Belum lagi masalah illegal fishing yang kerap dilakukan nelayan asing di wilayah laut Indonesia. Namun sangat sedikit kasus penangkapan ikan secara ilegal yang mampu ditangani oleh TNI-AL akibat minimnya personel dan luasnya wilayah perairan Indonesia. “Menurut data yang kami himpun, kerugian negara akibat illegal fishing mencapai Rp6 triliun setiap tahunnya,” ulas Ansharullah Halim.

Sejauh ini, menurut mahasiswa berprestasi (mawapres) Teknik Elektro ini, pemerintah sudah melakukan banyak hal terkait masalah kelautan di Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) selaku instansi terkait sudah menerapkan kebijakan agar di setiap kapal yang melaut dilengkapi dengan sistem monitoring. “Namun, masih banyak nelayan yang melanggar ketentuan tersebut,” tambah mahasiswa angkatan 2007 ini.

Selain itu, sebenarnya pemerintah sudah memberikan peta persebaran ikan di seluruh perairan Indonesia untuk mempermudah nelayan dalam mencari ikan. Kendala utama sistem monitoring yang ada selama ini adalah mahalnya biaya pemasangan serta minimnya jangkauan yang bisa dicapai. Namanya Vessel Monitoring System (VMS) yang menggunakan Wi-Fi untuk transfer data. “Padahal Wi-Fi sendiri jangkauannya tidak lebih dari 10 km. Dengan wilayah laut seluas ini, butuh berapa instalasi Wi-Fi di laut?” kata Afif berargumen. Ada pula yang menggunakan antena berputar untuk transmisi data. Lagi-lagi, alat ini minim dalam hal jangkauan. Selain itu, biaya instalasi bisa mencapai Rp6 juta per tahun. “Dengan Sistem Navigasi Terpadu yang kami usung, hanya membutuhkan biaya Rp2 juta untuk selamanya,” ulasnya.

Cara kerja sistem ini secara sederhana, bisa diulas dengan urutan sebagai berikut. Data tentang posisi nelayan ditangkap melalui Global Position System (GPS) pada kapal. Data dilanjutkan ke modem dan diteruskan melalui antena untuk dipancarkan. Data tersebut akhirnya diterima oleh komputer sebagai induk monitoring. Sebagai salah satu inovasi, data tersebut bisa ditampilkan melalui internet atau bisa dikirim lewat SMS. Semua instalasi alat tersebut juga mudah didapat, bahkan bisa diperoleh di laboratorium Riset Komunikasi Data yang menjadi base camp ketiganya. “Jika lewat SMS ini bisa direalisasikan, seorang anak bisa mencari posisi bapaknya yang sedang melaut kapan pun,” kata Fauzan Saiful Haq menimpali.

Banyak konten yang bisa diakses dengan sistem ini. Selain informasi posisi saat melaut, nelayan juga bisa membantu TNI AL dalam mengontrol adanya illegal fishing, mengetahui persebaran ikan, dan lain-lain. “Juga bisa mengirimkan sinyal SOS (Save Our Soul) jika ada bahaya, peringatan, atau informasi penting lainnya,” ungkap mahasiswa yang awal April nanti akan berangkat ke Amerika. Sebagai gagasan yang belum terealisasi, tim ini juga memberikan langkah strategis yang bisa dilakukan untuk mewujudkan gagasan tersebut. Dimulai dengan survei lapangan tentang nelayan dan kehidupannya, dilanjutkan kerja sama dengan DKP, melakukan riset, melakukan uji kelayakan, sampai mekanisme evaluasi yang langsung bisa diterapkan di lapangan.

“Tentunya semua itu akan bergantung pada kondisi nelayan yang ada, dari segi ekonomi, tingkat pendidikan, dan lain sebagainya,” ulas pria asli Surabaya ini. Dalam kompetisi PKM GT yang digagas oleh Dikti ini, semua proposal bisa langsung dikirimkan ke Dikti. Adanya seleksi yang diadakan dari level jurusan, fakultas, hingga institut, tidak menjamin bahwa proposal tersebut bakal diterima oleh reviewer dari Dikti. Namun, keberhasilan ini tentunya bisa menjadi sinyal positif dalam seleksi yang sebenarnya.

“Apalagi beberapa bulan terakhir isu kelautan menjadi salah satu topik hangat dalam pemerintah. Jadi, tidak ada alasan bagi kami untuk tidak ke Pimnas,” ungkap Fauzan optimistis.(Koran SI/Koran SI/mbs)

0 comments:

Posting Komentar